Senin, 11 April 2011

Never ending feeling

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mau berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu akan berubah menjadi tetesan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam waktu yang cukup lama.

.....

Wanita pemikat, kemanakah gerangan kau membawaku?
Kemana aku harus mengikutimu di atas jalan yang tak rata dan berliku di antara karang-karang ini? Di atas jalan yang diliputi duri-duri kita mendaki ke atas puncak-puncak gunung dan sendirian turun menuju ke kedalaman.
Aku melekat dalam kurunganmu dan mengekor di belakangmu seperti seorang bocah bergayut pada ibunya, melupakan mimpi-mimpiku sendiri dan menatap kecantikan di dalam dirimu. Kubutakan diriku untuk prosesi setan yang berputar-putar dalam kepalaku, terpesona oleh kekuatan tersembunyi yang bersemayam dalam tubuhmu.
Tunggu aku sesaat, dan aku akan melihat wajahmu. Lihat aku sejenak, mungkin aku melihat rahasia hati di matamu, mungkin kupahami dari wajahmu semua hal yang tersembunyi di balik jiwamu.
Sang jiwa, tunggu sebentar, karena aku letih dalam lorong itu dan jiwaku remuk dalam teror jalanan. Tunggu, karena kita telah mencapai persimpangan itu, tempat kematian memeluk kehidupan. Aku tak akan beranjak sampai engkau mengatakan dengan terus terang bahwa jiwaku adalah tujuan jiwamu, sampai kau ungkap dalam hatiku kebohongan apa yang terpendam dalam hatimu.
* * *
Dengarkan aku, jiwa yang memikat!
Kemarin aku telah bebas, membumbung di antara sungai-sungai, dan berenang di angkasa. Pada waktu malam aku duduk di atas cabang-cabang tertinggi melihat puri-puri dan istana-istana dalam sebuah kota yang penuh mega warna-warni, sebuah kota yang dibangun oleh matahari di siang hari dan luruh sebelum malam tiba.
Tidak. Aku seperti sebuah pikiran yang mengembara sendiri melewati sisi timur dan barat dunia, bergembira dalam segala hal dan kesenangan hidup, menyelidiki dalam-dalam rahasia dan misteri yang tersembunyi dalam diri manusia.
Aku seperti sebuah mimpi yang berjuang di bawah kegelapan malam. Melewati celah-celah jendela kamar perawan-perawan yang tidur, bermain dengan perasaan-perasaan mereka. Lalu aku akan membantu para pemuda dan memuaskan hasrat mereka. Aku akan duduk di dekat kursi lelaki tua dan membuka pikiran-pikiran mereka yang tersembunyi.
Hari ini, wanita pemikat, aku menjumpaimu dan teracuni oleh ciuman tanganmu. Aku muncul seperti tahanan yang menyeret rantai-rantaiku menuju apa yang tak kutahu. Seolah-olah aku mabuk, mencari lagi anggur yang telah mencuri kehendakku dan mencium telapak tangan yang telah menempelengku.
Namun berhentilah sejenak, wanita pemikat. Apakah aku telah mengambil kembali panca inderaku, dan mematahkan belenggu di kakiku? Apakah aku telah membanting cangkir berisi racun yang telah kuminum dan terasa manis bagiku? Apa yang kau ingin aku lakukan? Jalan mana yang harus kulalui?
Aku meminta kembali kemerdekaanku. Maukah kau menjadi teman bebasku? Dapatkah engkau menatap wajah matahari dengan mata terbuka atau meraih api dengan tangan kosong?
Telah aku rentangkan sayapku untuk kedua kalinya. Maukah engkau menjadi teman seorang pemuda yang terbang tinggi seperti elang di antara gunung-gunung atau seperti singa melewati malam, beristirahat dari kebuasannya?
Akankah engkau puas dengan cinta seorang laki-laki yang telah menjadikan cinta itu sebagai temannya, namun tak membiarkan itu merajainya?
Akankah racun hati mencukupimu, segumpal hati yang terpesona namun tak ingin menyerah, yang membakar namun tidak melarutkan?
Akankah engkau temukan damai dengan perasaan jiwa yang remuk dalam badai namun tak membuatmu patah, yang terguncang dalam prahara namun tak membuatmu tumbang?
Maukah engkau bergabung bersamaku sebagai seorang kawan yang tak akan mencari guru ataupun budak?
Jika sepakat, inilah tanganku. Bawalah dalam tanganmu yang manis. Inilah tubuhku. Peluklah dengan lenganmu yang penuh kasih. Inilah mulutku. Ciumlah dengan ciuman yang dalam, panjang, dan senyap.

............


Hening meronta
malam tanpa purnama
menyingkap warna duka sajakmu
pada silam waktu
Rintihan sunyi
nukilan sepi
mengudarkan lelakuku kedalam arah lengang
dalam hembusan ribuan tembang
angin yang sungsang
Pada jejak di batu tua
kau balurkan wewangian musim pancaroba
Lambaian sawah memanggilku dari tepian arah
ngarai dan sungai menderaskan ribuan madah
mengalirkan kembali sajakku
menyulam segala gersang
tabir bagi pintu-pintu kenang
Lalu kulihat anak-anak tanpa alas kaki
riuh mencecap luka dan nyeri
terseok mengejar kupu-kupu ungu
tersembunyi di balik ranting-ranting pilu
Masa depan seperti pita awan
bergantung
dalam duka sajakku yang tak pernah rampung
Dari ujung langit sampailah gerimis
terangkai sajakku lewat seribu tangis
.............

Hanya hati..
Setia pada cinta dijiwa
Kan kubawa ini jadi selamanya ..
Hingga akhirku