Sabtu, 30 April 2011

Tentang seseorang


Dialogku dengannya tetap tak pernah berubah dari kebisuan. Hanya diam dalam kata-kata tanpa suara. Tak pernah menjadi dialog murni. Di kedekatan, justru seolah sangat jauh terpandang. Entah saat ini kami mempersingkat jarak atau justru memperpanjang jarak yang selama ini masih memisah. Hingga lantas kami harus menerima apa yang Tuhan tanamkan dalam diri. Bersandar pada sesuatu yang kadang sangat manis namun terkadang sangat menyakitkan. Dan akupun selalu merindukan-Nya yang senantiasa menjadi sumber abadi atas segala hakikat.
Aku berusaha merubah batu-batu keras menjadi Kristal yang bercahaya dan kerasnya menjadi selembut tubuh-tubuh lilin.
Dialog kami membisu. Bagaimana dialog akan berlanjut? Aku pasrah pada jalan takdir yang telah tertuliskan.
Akupun yakin ia pasti memahami apa yang terucap dan apa yang tak bias terucap dariku.
Kata-kata adalah singgasana hatiku. Kata-kata adalah hati yang memanggil logika untuk bermain di tempat yang sama. Beradu argument dan cara pandang atau saling menguatkan.
Aku masih bersama sapaan-sapaan tertahan yang berdiri di atas seribu satu usaha untuk enyahkan  kegundahan hatiku karena ketidak mampuanku bersuara. Tapi aku masih tetap berusaha. Melihat apapun dari esensi atas segala misteri yang aneh ini.
Aku sengaja mempertebal dinding hati agar tak lemah, dengan masih beratapkan serta beralaskan kepeduliaan terhadapnya, juga berusaha untuk terus menghargainya.
Pilar-pilar pengorbanan menguasai diri dengan ketegaran yang masih bertahan di sini. Aku tetap mencoba bicara meski dengan dialog bisu yang ia pahami. Kulihat dia dalam jendela yang beda. Melihat gelagatnya dari pandangan yang berbeda pula.
Meski segala kerisauannya tak henti berbaris dalam suatu prosesi di tiap irama waktu ini.
Aku tak kuasa meloncat jauh dari hening ini, untuk kemudian memasuki suasana lain atau nuansa lain.
Karena faktanya aku masih harus di sini.menunggu hatimu