Sabtu, 30 April 2011

Tentang seseorang III / Hanya lewat kata

Akupun telah mengarahkan pendangan ke arah sisi yang lebih dalam. Tentang pribadiku tentang pribadinyayg  masih saja bermain rahasia terhadap diriku
Aku masih seperti sedia kala. Tiap saat aku kehilangan diriku di keramaian, aku akan menemukan kembali diriku dalam diam, sunyi, dan kesenyapan dalam membaca diri. Dan kapanpun aku tersesat dalam pemikiran, aku kembali bersama renungan panjang yang kurindukan.
Ilmulah yang masih mengisi konsentrasiku. Lebih mendominasi ketimbang aku memikirkan sosoknya. Ilmu yang nyaris membuatku bingung di buatnya. Karena itulah sesuatu yang terus kuusahkan untuk merasuk dalam pribadiku yang masih butuh dipupuk sedemikian rupa. Ilmulah yang kuharapkan selalu merasauk dalam jiwaku yang masih tersisa kehampaannya.
Aku mengisi waktu dengan kegembiraan dan keceriaan, meski terkadang di waktu lain tak jarang berganti dengan kegelisahan, kepedihan, kebingungan atau kesedihan.
Segalanya seringkali kutuangkan dalam kata. Sepertinya memang tak salah lagi, kata-kata telah menjadi bagian dari hidupku. Kata-kata menemaniku ketika suka dan dukaku. Aku selalu merangkainya sebagai salah satu pelipur laraku.
Karena aku tak begitu memudah memaknai kata-kata bersuara dari sosok sunyi yang selama ini masih tak lari dari diam. Karenanya, aku lebih suka memaknai kata-kata dalam tulisannya. Meski pada kenyataannya, aku sadar bahwa kata-kata tak selamanya mencerminkan hati seseorang. Tapi lewat kata-kata tanpa suara itulah, aku bisa mengenalnya. “Seseorang” yang selama ini berdialog dengan kata tak bersuara.
Dia yang dalam catatan harianku tak banyak kusebut, namun masih saja tersimpan dalam memoriku sebagai orang yang terdiam dalam ruang sunyiku. Berbicara tanpa suara, bercerita tanpa lisan berucap. Kata-katalah yang sejauh ini mendominasi pertemanan dalam diam.
Lewat kata aku mendengar jeritannya. Lewat kata aku melihat kemarahannya saat itu. Merasakan kekecewaanya terhadapku di kala itu. Lantas lewat kata-kata pula kujelaskan maksudku dan kujelaskan keadaanku.
Lewat kata aku mengenalnya. Lewat kata kucaba sepenggal catatan kehidupannya. Lewat kata aku mengenal keangkuhan yang lambat laun meleleh menjadi selembut kabut pagi.
Lewat kata, aku mengetahui keegoisan yang kini berubah menjadi kebijakan. Lewat kata, kudengar tangisnya, kudengar tawanya, kulihat senyumnya melalui mata hati.
Ya… Mata hati itulah yang lebih sering kugunakan untuk melihatnya. Karena mata kepalaku sebenarnya tiada kuasa menatapnya lebih lama.
Lewat mata hati aku lebih bisa menemukan kejujuran. Meski seringkali mata kepala berusaha membohongi.
Lewat kata, aku berucap dalam kebisuan, lewat orang lain aku mendengar tiap intonasi bahasanya, lewat do’a kusampaikan pesan tanpa hinggap di pendengaranya, lewat mata hati aku bisa melihatnya.
Jika tak ada kata,,, Mungkin aku tak kan mengenalnya sama sekali.