Senin, 11 April 2011

Dalam tidurku, aku masih saja berpikir bagaimana cara menidurkan bayaganmu..

Aku percaya akan cinta, oleh karena itu aku mencintaimu….meskipun
 Kau seperti berlayar di kepalaku, nafasmu selalu mengelilingi sekujur tubuhku. Apakah itu disebut rindu, atau luka yang terlalu lama membisu?
Kau satu-satunya dan tak ada dua. Bila aku tak berbahagia, apakah kau bersedia menemaniku dalam suka dan duka?
 Dan semua yang membatu, menjadi sebuah bentuk kebahagiaan seiring waktu.
Cinta diam-diam itu menakjubkan, sayang. Seperti aku yang menyusuri malam tanpa lampu, karena engkaulah cahaya penerangku.
 Bukanlah perubahan usia dan raut wajah yang aku hirau, melainkan sifat dan kasihmu padaku dalam berpuluh tahun kedepan; semoga tidak pernah berubah.
 Dan kekasih, adalah teman hati, nan setia; kamu.
 Disini aku merindu, mendendam tinggal, pesonamu nan anggun, pun dalam hidup; hatiku.
 Telah kuselam yg  paling kelam, dan tenggelam dalam samudera berantah. Yang karam kupendam, yang datang kugenggam
 Aku pasti menemukan dan mengenalimu; sekalipun kau menyaru sebagai waktu, sembunyi di balik sunyi, atau berdiam dalam luka.
 Karena luka itu, kasih; tak lebih dari buah cinta yang menunggu dipetik, ranum.
Aku rindu hingga luka, merasakan pedih yang tak jera.
Sedih itu, tempat aku berbicara. Menjeda antara hening duka, dan basah air mata.
Berharap disampingmu, memeluk, hingga sakit itu, pun malu bila bertemu.
 hanya saat ini mau memelukmu seorang, tak bicara, menghilangkan luka.
 Kau takkan pernah bisa menghindariku, pun membuat cinta. Karena, aku sudah berada di dalamnya; hatimu.
 Dan semua kerinduan ini; untuk luka-luka yang telah setia menyapaku, kamu.
 Saat aku terlupa akan dirimu, tolong ingatkan kembali disaat aku terluka untuk mencintaimu.
 Inilah sajak-sajakku, yang mengembara di antah berantah. Entah merindu Entah sendu, pun aku yang mencari cinta.
 Pertama kalinya aku melihat, secercah cahaya dalam mata yang berapi-api Itu. Kamu, yang menanti fajar untuk berkasih, pada senja.
.Kucecap rindu tak bertuan, pun teriak mendendam hati. Cinta nan sejati, tak tenang laut tak jejaki bumi.
 Begitu indah cinta, diantara tumpukkan luka. Becek di tengah lapang, kupijak tak beriak, kotor.
Kubur aku dengan luka, agar ingat dimana lara. Benam aku tanpa cinta, agar aku dapat melupa.
Penat hati tak bicara, pada relung tak bermuara. Jika cinta yang berdosa, mengapa Tuhan menurunkan dia.
 Kau mahakarya sejati, peneduh hati yang lara. Kau penyempurna jiwa, pada cacat tak bernyawa.
Aku sang perindu, dari ciptaan yang fana. Aku gugur kala perang, melawan hati yang terpana.
Akulah duka, pada cahaya senja. Akulah suka, kala malam bersahaja.
Kau cita cintaku, perlipur hati kala gundah. Kau penuh pintaku, semenjak aku penikmat senja.
 Tak perlulah aku membuat puisi cinta, jika kau meluka karenanya. Usahlah kau menggugah rasa, jika aku dan hatimu sudah menjadi bagiannya.
Dan ku, akan buktikan untukmu. Semua rasa di dalam hatiku, selalu untukmu. Tak ingin kau meragu, semua rindu di dalam hatiku, selalu, untukmu.
 Kau terindah, selalu memberi makna dalam setiap luka; cinta yang tak mengenal lelah.
 Aku akan pulang, menuju rumah; Di muara hatimu..
 Tak ada rahasia, hanya kita. Yang muaranya pada cinta.
 Janji adalah ucapan yang bermakna, cinta adalah kasih yang berbahasa; aku dan keyakinan menujumu.
 Tak ada panorama indah, selain senja yang bermuara pada pertemuan mata kita; cinta.
Kepergianmu, meninggalkan jejak yang kusebut luka. Kehilanganmu, mematikan sebagian aku; nyawa.
Aku pincang, cacat dalam ketiadaan; cinta, yang sirna, seakan malam tak bercahaya, dan mentari pun reda karenanya.
 Kubiarkan cinta itu menghempas, membakar nurani. Dan aku disini, pelindung dari segala luka, yang ingin melukaimu.
Hatimu samudera, yang menjelma seperti cinta, dan luka sebagai kadar kedalamannya.
Aku tak bersumpah, hanya berucap dua kata padamu; tunggu cintaku.
Aku tak henti mencinta, hingga kau memiliki hati yang lainnya; selain daripada cintaku.
Dan kau; potret yang lusuh di dalam dompetku. Menjelma menjadi bingkai malam di setiap kerinduan, dan air mata
Aku kan menjadi sarang laba-laba, pada langit-langit di kamar tua. Tempat cinta bersinggah pada rumah, yang hiasi luka-luka.
Akan kutangkup leleh lilinmu, yang lelah menerangiku. Kuberjalan menelusuri malam, menuju cahaya, membuatmu semula.
 Hitam tak menerangkan apa-apa; cinta mencari secercah cahaya, yang diberi kasih oleh dera luka pada awalnya.
 Dan kelak kehadiranku, menghapus segala luka sebesar cinta. Aku tak pernah tiada, aku mengalir dalam luka yang bernyawa; cinta.